14.10.09

Iklim Sekolah

Iklim sekolah diserap dari konsep organisasi yang telah banyak dikemukan oleh para ahli. Iklim organisasi merupakan suasana internal organisasi untuk menyenangkan perasaan anggota-anggota organisasi satu sama lain dan terhadap organisasi. Menurut Steer dan Porter, dalam Wayan Koster iklim organisasi adalah kepribadian suatu organisasi berdasarkan cara pandang suatu organisasi tersebut.

B. H. Gilmer dalam Wayne K. Hoy dan Cecil G. Miskel mengemukakan pengertian iklim organisasi bahwa : “organizational climate as those characteristics that distinguish the organization from other organizations and that influence the behavior of piope in the organizations (iklim organisasi merupakan karakteristik yang membedakan satu organisasi dengan organisasi lainnya dan mempengaruhi orang-orang dalam organisasi tersebut)”.

Muhammad dalam M. Dimyati Safari, mengatakan bahwa:
”Iklim organisasi adalah kualitas yang relatif abadi dari lingkungan internal organisasi yang dialami oleh anggota-anggotanya, mempengaruhi tingkah laku mereka serta dapat diuraikan dalam istilah nilai-nilai, suatu set karakteristik tertentu dari lingkungan”.

Dari pengertian-pengertian yang dikemukakan tersebut jelas bahwa iklim organisasi berhubungan erat dengan persepsi individu terhadap lingkungan sosial organisasi yang mempengaruhi organisasi dan perilaku anggota organisasi.

Dalam konteks sekolah Wayne K. Hoy dan Cecil G. Miskel mendefinisikan iklim organisasi sekolah sebagai berikut :
“school climate is a relatively enduring quality of the school environment that is experienced by participants, affects their behavior, and is based on their collective perceptions of behavior in schools” (iklim sekolah sebagai kualitas dari lingkungan sekolah yang terus-menerus dialami oleh guru-guru, mempengaruhi tingkah laku mereka dan berdasar pada persepsi kolektif tingkah laku mereka).

Sementara Thomas J. Sergiovanni dan Robert J. Starratt mendefinisikan iklim organisasi sekolah yaitu:
“Climate might be viewed as the enduring characteristics that describe the psychological character of a particular school, distinguish it from other schools, and influence the behavior of teachers and students, and as the psychological “feel” that teachers and students have for that school” (iklim dapat dilihat sebagai karakteristik yang ada, yang menggambarkan ciri-ciri psikologis dari suatu sekolah tertentu, yang membedakan suatu sekolah dari sekolah yang lain, mempengaruhi tingkah laku guru dan peserta didik dan merupakan perasaan psikologis yang dimiliki guru dan peserta didik di sekolah tertentu..


Iklim sekolah didefinisikan orang secara beragam dan dalam penggunaannya kerapkali dipertukarkan dengan istilah budaya sekolah. Iklim sekolah sering dianalogikan dengan kepribadian individu dan dipandang sebagai bagian dari lingkungan sekolah yang berkaitan dengan aspek-aspek psikologis serta direfleksikan melalui interaksi di dalam maupun di luar kelas.

Sedangkan menurut Sylviana Murni bahwa:
“Iklim sekolah didefinisikan sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi (saling berkaitan dan saling mempengaruhi) perkembangan sekolah, seperti ekologi (aspek fisik dan materi), dimensi sosial (karakteristik grup), kebudayaan (kepercayaan dan norma), dan interaksi antar-individu (bahasa yang digunakan dan ritual-ritual yang berlaku), serta aturan main (tak tertulis) yang berlaku”.


Selain itu, masih menurut Sylviana Murni bahwa:
“Iklim sekolah adalah suatu hasil akhir dari usaha untuk mencapai keseimbangan antara kepentingan individu dan sekolah dalam suatu sistem yang dilakukan secara bersama-sama oleh siswa, guru, dan kepala sekolah”.

Sedangkan menurut Squires et al. dalam Sylviana Murni menyatakan bahwa:
”Iklim sekolah juga merupakan komponen penting dalam pengkajian keefektifan sekolah, selain input sekolah yang dikaitkan dengan outcome sekolah. Iklim sekolah meliputi tiga suasana, yaitu: penekanan terhadap akademis, lingkungan yang kondusif untuk belajar, dan harapan untuk berhasil”.

Ketiga suasana ini berlaku bagi siswa, guru, dan kepala sekolah. Penekanan akademik siswa mencakup tugas-tugas akademik, sarana belajar siswa, frekuensi menggunakan perpustakaan setiap minggu, perilaku siswa di kelas, dan ketaatan siswa terhadap peraturan yang ada di sekolah.

Halpin dan Croft dalam Les Gallay dan Suet-ling Pong menyebutkan iklim sekolah adalah sesuatu yang bersifat intangible tetapi memiliki konsekuensi terhadap organisasi.

Hasil tinjauan ulang yang dilakukan Anderson dalam Les Gallay dan Suet-ling Pong terhadap 40 studi tentang iklim sekolah, yaitu:
”Sepanjang tahun 1964 sampai dengan 1980, hampir lebih dari setengahnya menunjukkan bahwa komitmen guru yang tinggi, norma hubungan kelompok sebaya yang positif, kerja sama tim, ekspektasi yang tinggi dari guru dan administrator, konsistensi dan pengaturan tentang hukuman dan ganjaran, konsensus tentang kurikulum dan pembelajaran, serta kejelasan tujuan dan sasaran telah memberikan sumbangan yang berharga terhadap pencapaian hasil akademik siswa”.

Hasil serupa diperoleh dari studi yang dilakukan oleh Stockard dan Mayberry dalam Les Gallay dan Suet-ling Pong menyimpulkan bahwa:
”Iklim sekolah, yang mencakup: ekspektasi prestasi siswa yang tinggi, lingkungan sekolah yang teratur, moral yang tinggi, perlakuan terhadap siswa yang positif, penyertaan aktivitas siswa yang tinggi dan hubungan sosial yang positif ternyata memiliki korelasi yang kuat dengan hasil-hasil akademik siswa”.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli diatas mengenai hubungan antara iklim sekolah dengan hasil akademik siswa, maka dapat disimpulkan bahwa ternyata ada korelasi yang kuat antara iklim sekolah dengan hasil-hasil akademik siswa.

Menurut Renato Tagiuri dalam Les Gallay dan Suet-ling Pong mengetengahkan tentang taksonomi iklim sekolah yang mencakup empat dimensi, yaitu:
1. Ekologi; aspek-aspek fisik-material, seperti bangunan sekolah, ruang perpustakaan, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang BK, dan sejenisnya
1. Dimensi sosial, seperti: moral kerja guru, latar belakang siswa, stabilitas staf dan sebagainya
2. Sistem sosial: struktur formal maupun informal atau berbagai peraturan untuk mengendalikan interaksi individu dan kelompok disekolah, mencakup komunikasi kepala sekolah-guru, partisipasi staf dalam pengambilan keputusan, ketertiban siswa dalam pengambilan keputusan, kolegialitas, hubungan guru-siswa; dan
3. Budaya: sistem nilai dan keyakinan, seperti norma pergaulan siswa, ekspektasi keberhasilan, dan disiplin sekolah.

Untuk mengukur iklim sekolah disuatu sekolah yaitu dengan melihat ekologi, dimensi sosial, sistem sosial, dan budaya.

Sementara itu para ahli seperti Hoy dan Forsyith, dan depdiknas dalam M. Dimyati Safari memandang:
”Iklim sekolah merupakan suatu input yang sejajar dengan kurikulum dan fasilitas pendidikan (sumber daya) dalam proses pendidikan yang ikut mempengaruhi proses pembelajaran dan akhirnya bermuara ke prestasi peserta didik”.

Menurut Bulach, Malone, Castlemen dalam Sutjipto dan Hadiyanto menyatakan bahwa iklim sekolah yang kondusif diyakini mempunyai korelasi yang sangat kuat dengan prestasi belajar.
Menurut Fraser dan Fisher dalam I Wayan Githa menyatakan bahwa siswa dapat mencapai prestasi belajar lebih baik manakala mereka berada dalam iklim sekolah yang disenangi.
Guru dapat menampilkankan kinerja secara maksimal apabila mereka berada dalam lingkungan yang pas. Disamping itu, guru lebih terdorong untuk mengembangkan kemampuan profesionalnya apabila didukung oleh iklim yang kondusif. Iklim sekolah yang kondusif akan mengembangkan potensi pada diri siswa secara terarah, sehingga pada akhirnya mereka dapat melakukan kegiatan belajar mengajar secara baik. Hal ini, tentu akan meningkatkan hasil belajar siswa.

0 komentar:

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Blogger Template by Blogcrowds